Bolehkah Aku Bicara?

Salimatussholati Az Zahra
2 min readMay 4, 2024

--

Photo by Jael Rodriguez on Unsplash

Aku ingin bicara padamu

tentang bagaimana moralitasku di ujung tanduk, tiap kali aku menangkap sorot matamu.

Akankah lebih baik jika aku terpejam tiap kita bertemu, akankah lebih baik jika kita tidak bertemu?

Aku ingin bicara padamu

tentang bagaimana kehadiranmu mengingatkanku untuk hanya berserah kepada Tuhan;

adakah “kita” yang sejati dalam rencana-Nya yang sempurna?

Kucari dengan cermat segala tanda-tanda dan kutelusuri tiap tapak pertemuan kita. Di tengah keramaian dimana kita biasa bersua, di dalam kesepian yang menjauhkan kita berdua; adakah kebetulan yang menyiratkan jawaban?

Di balik basa-basi yang kau lontarkan dengan senyum dan spontanitas, di balik alinea yang kau tuangkan segala kerutan dahimu di dalamnya; aku ingin tahu, apa yang sebenarnya ingin kamu sampaikan?

Aku ingin bicara padamu

tentang bagaimana aku menolak segala metafora yang bisa saja kukaitkan padamu. Kamu bukanlah embun ataupun cahaya mentari yang membuatku bersyukur akan hadirnya pagi. Bukan kilau lampu mercusuar untuk kapalku yang terombang-ambing bersama badai. Bukan pula api unggun pabila aku terjebak di tengah dinginnya hutan subtropis. Bukan seikat bunga segar yang kunantikan di hari kelulusanku.

Kamu hanyalah manusia dengan segala bara ego dan canda tawa tak lucu yang membuatmu (dan membuatku) melupakan dunia untuk sesaat. Hanya manusia yang aku tidak tahu apakah segala realita tentangmu bisa kudekap dengan kedua lengan dan kasih sayang yang sependek sisa hidupku. Manusia dengan kapasitasnya yang terlalu dangkal untuk sekedar menampung setetes harapan.

Aku ingin bicara padamu

tentang bagaimana aku kehabisan cara untuk melupakanmu.

Kucoba segala dalih untuk mengabaikan arung dan angan tentangmu. Alhasil, kalang kabut sel-sel otakku mencari ribuan alasan untuk menjaga perasaanmu.

Kubangun di dini hari dan kubulatkan tekadku untuk membenci dirimu, hanya untuk menyadari, membenci adalah cara paling buruk untuk melupakan.

Kukenang segala hal tentangmu yang berlawanan denganku, hanya untuk menyadari, aku pandai menolerir. Ada apa dengan dirimu yang menjadikan aku manusia yang paling tidak rasional?

Aku ingin bicara padamu,

bahwa kini, aku hanya bisa mengandalkan kebesaran Tuhan untuk menghadapi keinginan berbicara kepadamu. Sang Pengendali Hati, jangan biarkan siapapun selain Engkau menguasai akal sehatku.

--

--

Salimatussholati Az Zahra

Mencoba membangkitkan kembali kebiasaan berekspresi dengan puisi